Slider[Style1]

Diberdayakan oleh Blogger.

tes

ghsdffvseuk

10 Rahasia Kandungan Surat Al Fatihah

Kandungan dan setiap kalimat, kata, serta dalam deretan huruf-huruf al-Qur’an memiliki daya i’jaz atau juga the power of mukjizat





MERASAKAN kelembutan dan kehalusan bahasa Al-Qur’an menjadi kebahagiaan tersendiri bagi orang beriman ketika membacanya. Sebab selain makna dan kandungannya yang berlaku sepanjang masa hingga Hari Kiamat, Al-Qur’an juga memiliki daya i’jaz (the power of mukjizat) pada setiap pemilihan kalimat, kata, serta dalam deretan huruf-huruf Al-Qur’an sekalipun.
Sensani lathaif at-tafsir lughawiyah (kehalusan tafsir) tersebut dilukiskan secara detail oleh Mufassir Muhammad Ali ash-Shabuni ketika menerangkan kelembutan ayat-ayat dalam Surah al-Fatihah.
Hal ini bisa dibaca lebih jauh dalam kitab Tafsir Ayat al-Ahkam Min al-Qur’an (Cetakan Dar ash-Shabuni, Kairo: 2007, cetakan pertama). Berikut penjelasannya:
Kesatu: Allah Ta’ala memerintahkan ta’awudz (membaca a’udzu billahi min asy-syaithani ar-rajim) sebelum membaca al-Qur’an.
Menurut Ja’far ash-Shadiq, perintah ta’awudz tersebut hanya dikhususkan ketika membaca al-Qur’an, sedang hal itu tak diwajibkan untuk ibadah dan amal kebaikan lainnya.
Hikmahnya antara lain, sebab terkadang lisan seorang hamba bergelimang dosa dengan dusta, ghibah, atau mengadu domba. Olehnya, Allah menyuruh orang itu ber-ta’awudz agar lisannya menjadi bersih kembali sebelum membaca ayat yang turun dari Zat Yang Mahasuci lagi Bersih.
Kedua: Adanya ayat basmalah di ayat pertama. Yaitu lafadz bismillahirrahirrahmanirrahim. Ayat basmalah yang mengawali surah al-Fatihah memberi indikasi yang terang agar seluruh amal perbuatan seorang Muslim juga wajib didahului dengan bacaan basmalah. Hal ini selaras dengan hadits Nabi.
“Setiap urusan kehidupan yang tidak diawali dengan ucapan bimillahirrahmanirrahim maka dia akan terputus.” (Riwayat Abu Daud).
Ketiga: Pengucapan lafadz “bismillah” (dengan nama Allah) dan tidak mengatakan “billahi” (dengan (zat) Allah). Meski ada yang menganggap penyebutan keduanya bermakna sama., namun yang benar adalah masing-masing memiliki arti yang beda. Bahwa lafadz “bismillah” dipakai untuk mengharap berkah dari Allah (tabarruk) sedang “billahi” digunakan ketika seseorang bersumpah atas nama Allah (qasam).
Keempat: Penamaan yang berbeda antara lafadz “Allah” dan “al-Ilah”. Nama “Allah” khusus dipakai untuk nama agung Allah Tuhan semesta alam. Tak ada sekutu bagi-Nya dan tak ada sesembahan selain diri-Nya (la ma’buda bi haqqin illa ilaihi). Sedang nama “al-Ilah” digunakan untuk menyebut Tuhan secara umum. Berhala yang disembah oleh orang musyrik, misalnya, juga dinamai dengan sebutan “al-Ilah”.
Kelima : Kandungan makna ayat “bismillahirrahirrahmanirrahim”. Di antaranya adalah memohon berkah dengan nama Allah dan pernyataan ketinggian Zat Allah. Ayat ini sekaligus berfungsi sebagai penangkal jitu untuk seluruh makar jahat setan kepada manusia. Sebab setan akan kabur acap lafadz basmalah ini dibaca. Lebih jauh, menurut Ali ash-Shabuni, ayat ini mengandung makna penegasan kepada orang-orang musyrik yang selama ini mengagungkan nama-nama selain Allah dalam setiap urusan mereka.
Keenam: Adanya huruf alif lam (al-makrifah) pada kata “al-hamdu”. Suatu pujian yang sempurna kepada Allah. Oleh Ali ash-Shabuni, pujian tersebut dengan sendirinya meredupkan bahkan melenyapkan seluruh yang lain di luar Sang Khaliq (istighraq al-jinsi). Huruf alif lam (al-makrifah) tersebut juga mengisyaratkan sanjungan kepada Allah  yang bersifat kontinuitas, bukan suatu pujian yang dibuat-buat apalagi dipaksakan.
Ketujuh: Penyebutan “ar-Rahman ar-Rahim” yang datang setelah lafadz “Rabb al-Alamin”. Sebab boleh dikata nama “Tuhan semesta alam” menyiratkan makna kesombongan, kekuasaan, dan keperkasaan. Kesan seperti itu terkadang melahirkan kebimbangan bahwa Tuhan itu tidak menyayangi hamba-Nya. Ujungnya, sangkaan sepintas itu memunculkan putus asa dan ketakutan seorang hamba. Untuk itu, lafadz tersebut menguatkan bahwa Rabb yang dimaksud adalah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang bagi seluruh makhluk-Nya.
Kedelapan : Penyebutan “iyyaka na’budu wa iyyaka nasta’in”. Penyebutan dhamir khithab (kata ganti kedua) menunjukkan dialog kedekatan hamba dengan Rabbnya. Allah tak memiliki jarak untuk mengabulkan doa dan memberi pertolongan kepada hamba-hamba-Nya. Abu Hayyan al-Andalusi, pengarang kitab Tafsir al-Bahru al-Muhith menambahkan, seolah-olah orang tersebut menghadirkan Allah secara nyata di hadapannya ketika sedang bermunajat kepada-Nya.
Kesembilan : Penggunaan kata jamak dalam lafadz “na’budu” (kami menyembah) dan “nasta’in” (kami memohon pertolongan). Sebuah pemilihan kata yang sangat halus kala seorang hamba datang mengetuk perkenan Allah, Zat Yang Maha Pencipta. Seolah ia berkata, wahai Tuhanku, aku tak lain adalah hamba-Mu yang papa lagi hina. Tak pantas bagiku menghadap seorang diri di hadapan cahaya kemuliaan-Mu. Untuk itu aku memilih berbaris bersama orang-orang yang juga memohon kepada-Mu dan ikut berdoa bersama mereka. Terimalah doaku dan doa kami semua.
Kesepuluh: Penyandaran kata nikmat kepada Allah dalam lafadz “an’amta” (yang Engkau beri nikmat). Sebaliknya, kata marah (ghadhab) dan sesat atau penyesatan (dhalal) tidak disandarkan kepada-Nya. Ini terlihat ketika Allah menyebut kata “an’amta alaihim” (yang Engka beri nikmat atas mereka) tapi tidak mengucap “ghadhabta alaihim”(yang Engkau marahi atas mereka) atau “adhlalta alaihim” (yang Engkau sesatkan atas mereka).

10 Kunci Tadabbur Al-Qur’an & Sukses dalam Hidup

بسم الله الرحمن الرحيم




Pendahuluan
  • Al-Qur’an dan Kehidupan
Al-Ustadz DR. Nasir Al-Umar mengatakan, ‘Sesungguhnya Al-Qur’an adalah kehidupan jika manusia itu berakal, karena hidup yang hakiki adalah yang berjalan sesuai dengan manhaj Al-Qur’an, jika tanpa manhaj Al-Qur’an maka bukanlah hidup walaupun manusia melihatnya seperti hidup, Alloh Ta’ala berfirman :
{ أَوَمَنْ كَانَ مَيْتاً فَأَحْيَيْنَاهُ وَجَعَلْنَا لَهُ نُوراً يَمْشِي بِهِ فِي النَّاسِ كَمَنْ مَثَلُهُ فِي الظُّلُمَاتِ لَيْسَ بِخَارِجٍ مِنْهَا كَذَلِكَ زُيِّنَ لِلْكَافِرِينَ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ } (الأنعام:122)
Artinya :
“Dan apakah orang yang sudah mati kemudian Dia Kami hidupkan dan Kami berikan kepadanya cahaya yang terang, yang dengan cahaya itu Dia dapat berjalan di tengah-tengah masyarakat manusia, serupa dengan orang yang keadaannya berada dalam gelap gulita yang sekali-kali tidak dapat keluar dari padanya? Demikianlah Kami jadikan orang yang kafir itu memandang baik apa yang telah mereka kerjakan”. (Al-An’aam:122)
Maka tidak ada kehidupan dalam selain Al-Qur’an, bagaimana mungkin? Dia adalah ruh, maka apakah ada kehidupan tanpa ruh? Alloh Ta’ala berfirman :
{ وَكَذَلِكَ أَوْحَيْنَا إِلَيْكَ رُوحاً مِنْ أَمْرِنَا مَا كُنْتَ تَدْرِي مَا الْكِتَابُ وَلا الْأِيمَانُ وَلَكِنْ جَعَلْنَاهُ نُوراً نَهْدِي بِهِ مَنْ نَشَاءُ مِنْ عِبَادِنَا } (الشورى: 52)
Artinya :
“Dan Demikianlah Kami wahyukan kepadamu wahyu (Al Quran) dengan perintah kami. sebelumnya kamu tidaklah mengetahui Apakah Al kitab (Al Quran) dan tidak pula mengetahui Apakah iman itu, tetapi Kami menjadikan Al Quran itu cahaya, yang Kami tunjuki dengan Dia siapa yang Kami kehendaki di antara hamba-hamba Kami”. (Asy-Syuro:52)
Kehidupan tanpa ruh maka tidak akan terjadi, ketika ruh hilang maka kehidupanpun pergi. Sunggguh Al-Qur’an telah mensifati orang-oang yang hidup tidak di atas hidayah-Nya sebagai orang yang mati, padahal mereka makan, minum, pergi dan kembali. Alloh Ta’ala berfirman :
{ إِنَّكَ لا تُسْمِعُ الْمَوْتَى وَلا تُسْمِعُ الصُّمَّ الدُّعَاءَ إِذَا وَلَّوْا مُدْبِرِينَ وَمَا أَنْتَ بِهَادِي الْعُمْيِ عَنْ ضَلالَتِهِمْ إِنْ تُسْمِعُ إِلَّا مَنْ يُؤْمِنُ بِآياتِنَا فَهُمْ مُسْلِمُونَ } (النمل:80، 81)
Artinya :
“Sesungguhnya kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati mendengar dan (tidak pula) menjadikan orang-orang yang tuli mendengar panggilan, apabila mereka telah berpaling membelakang. Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin (memalingkan) orang-orang buta dari kesesatan mereka. kamu tidak dapat menjadikan (seorangpun) mendengar, kecuali orang-orang yang beriman kepada ayat-ayat Kami, lalu mereka berserah diri”. (An-Naml:80-81)[1]
  • Makna tadabbur dan tanda-tandanya
Al-Maidani mengatakan :
“التدبر هو: التفكر الشامل الواصل إلى أواخر دلالات الكلم ومراميه البعيدة “اهـ
Tadabbur adalah : Berfikir secara menyeluruh  yang sampai pada akhir-akhir dari indikasi-indikasi kalimat dan tujuan-tujuannya yang jauh.
Makna tadabbur Al-Qur’an adalah berfikir dan memperhatikan ayat-ayat Al-Qur’an untuk memahaminya, mengetahui makna-maknanya, hikmah-hikmahnya, dan maksudnya.
Tanda-tanda tadabbur :
  1. Bersatunya hati dan fikiran ketika membaca, cirinya adalah berhenti karena ta’ajub dan mengagungkan.
  2. Menangis karena takut pada Alloh.
  3. Bertambahnya khusyu’.
  4. Bertambahnya iman, cirinya adalah berulang-ulang membaca ayat-ayat tersebut secara reflek.
  5. Senang dan bahagia.
  6. Gemetar karena takut pada Alloh Ta’ala kemudian dia dikuasai oleh harapan dan ketenangan.
  7. Sujud untuk mengagungkan Alloh ‘Azza wa Jalla.
***
Kunci-kunci tadabbur Al-Qur’an
Kunci pertama : Cinta pada Al-Qur’an
Tanda-tanda hati cinta pada Al-Qur’an :
  1. Senang bertemu dengannya
  2. Duduk bersamanya dalam waktu yang panjang tanpa bosan
  3. Rindu padanya
  4. Banyak bermusyawarah dengannya, percaya penuh dengan bimbingan-bimbingannya, dan kembali padanya ketika ada masalah dalam kehidupan baik yang kecil maupun yang besar.
  5. Mentaatinya baik perintah maupun larangan.
Sarana-sarana untuk mewujudkannya :
  1. Bertawakkal pada Alloh Ta’ala dan meminta pertolongan pada-Nya.
  2. Melakukan sebab-sebab, sebab yang paling baik dan paling bermanfaat adalah membacanya.
Kunci kedua : Tujuan-tujuan membaca Al-Qur’an
Diantara tujuan-tujuan membaca Al-Qur’an adalah :
  1. Berharap pahala
  2. Bermunajat pada Alloh
  3. Berobat
  4. Ilmu
  5. Amal
Kunci ketiga : Berdiri sholat dengan membaca Al-Qur’an
Alloh Ta’ala berfirman :
{ وَمِنَ اللَّيْلِ فَتَهَجَّدْ بِهِ نَافِلَةً لَّكَ عَسَى أَن يَبْعَثَكَ رَبُّكَ مَقَاماً مَّحْمُوداً } (الإسراء : 79 )
Artinya :
“Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu; Mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji”. (Al-Isroo’:79)
Rosululloh صلى الله عليه وسلم bersabda :
“لا حسد إلا في اثنتين رجل أتاه الله القرآن فهو يقوم به آناء الليل وآناء النهار ، ورجل آتاه الله مالا فهو ينفقه آناء الليل وآناء النهار”. متفق عليه
Artinya :
“Tidak ada hasad kecuali pada dua orang; seseorang yang Alloh anugerahkan Al-Qur’an kemudian dia berdiri membacanya sepanjang siang dan malam, dan seseorang yang Alloh anugerahkan harta kemudian dia menginfaqkannya sepanjang siang dan malam”. (Muttafaqun ‘alaih)
Kunci keempat : Membacanya pada waktu malam
Al-Hasan bin Ali رضي الله عنه berkata : Sesungguhnya orang sebelum kalian melihat Al-Qur’an adalah surat-surat dari Rob mereka, maka mereka mentadabburinya pada waktu malam, dan mereka mencarinya pada waktu siang. (At-Tibyan Fi Adabi Hamalatil Qur’an, hal.29)
Asy-Syaikh Asy-Syinqithi[2] رحمه الله berkata : Al-Qur’an tidak akan kokoh di dalam dada, dan tidak akan mudah difahami kecuali berdiri di tengah malam. (Muqoddimah Adhwaa’ul Bayaan : 4)
Kunci kelima: Mengulang-ulang menghatamkan Al-Qur’an dalam seminggu atau sebagiannya.
Abdulloh bin Mas’ud berkata : Al-Qur’an janganlah dibaca kurang dari tiga hari, bacalah dalam tujuh hari, dan seseorang menjaga hizibnya.
An-Nawawi رحمه الله berkata : Pekerjaan kebanyakan kalangan salaf.
Bagaimana cara mempraktekkannya ?
Caranya adalah dengan qoidah “Terus-meneruslah walaupun sedikit”.
Kunci keenam : Membacanya dengan hafalan
Mengapa kita menghafal Al-Qur’an ?
Tujuan utama menghafal Al-Qur’an adalah berdiri sholat dengan membacanya sepanjang siang dan malam, dan tujuan berdiri ini adalah menjaga apa yang terkandung di dalamnya berupa ilmu tentang Alloh dan hari akhir, ilmu itu yang akan mewujudkan kehidupan yang baik bagi manusia, mewujudkan kekokohan dalam krisis, kekuatan untuk ummat dalam menghadapi musuh-musuhnya, inilah tujuan utama untuk menghafal Al-Qur’an yang semestinya difokuskan oleh orang-orang yang bergerak dalam bidang pendidikan.
Sesungguhnya menghafal lafadz adalah sarana dan bukan tujuan, yaitu sarana untuk menghafal makna, dan mengambil manfaat untuk kehidupan, adapun hanya menghafal lafadz-lafadz maka itu adalah sebuah kekurangan dalam hak Al-Qur’an Al-‘Adzim, itu adalah penyelewengan dari jalan yang lurus dalam menjaganya dan mengambl manfaat untuk kehidupan dunia dan akhirat.
Kunci yang ketujuh : Mengulang-ulang ayat
Tujuan mengulang-ulang adalah berhenti untuk menghadirkan makna-makna, Abu Dzar رضي الله عنه berkata, Nabi صلى الله عليه وسلم  berdiri dengan satu ayat dan beliau mengulang-ulangnya sampai shubuh :
{ إِن تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِن تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ } (المائدة : 118 )
Artinya :
“Jika Engkau menyiksa mereka, maka sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba Engkau, dan jika Engkau mengampuni mereka, maka sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (Al-Maidah:118)
Diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Hakim, dan beliau menshohihkannya serta disepakati oleh Adz-Dzahabi, dan dihasankan oleh Al-Albani.
Al-Hasan Al-Bashri رحمه الله  pada suatu malam mengulang-ngulang ayat berikut sampai shubuh :
{ وَإِن تَعُدُّواْ نِعْمَةَ اللّهِ لاَ تُحْصُوهَا إِنَّ اللّهَ لَغَفُورٌ رَّحِيمٌ } (النحل : 18 )
Artinya :
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Alloh, niscaya kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”. (An-Nahl:18)
Beliau ditanya tentang hal itu dan mengatakan : Sesungguhnya di dalamnya ada tempat untuk mengambil pelajaran, kami tidaklah mengangkat dan tidak pula menolaknya kecuali berada dalam kenikmatan, dan kami tidaklah mengetahuinya kecuali dari kenikmatan-kenikmatan Alloh itu lebih banyak. (Mukhtashor Qiyamul Lail, Karya Al-Marwazi, hal.151)
Kunci kedelapan : Mengaitkan lafadz-lafadz dengan makna-makna
Kunci kesembilan : Membaca dengan tartil
Alloh Ta’ala berfirman :
{ وَرَتِّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيلاً } (المزّمِّل : 4 )
Artinya :
“Atau lebih dari seperdua itu. dan bacalah Al Quran itu dengan tartil (perlahan-lahan)”. (Al-Muzammil:4)
Ibnu Katsir رحمه الله berkata : Bacalah dengan pelan, sesungguhnya yang demikian itu akan membantu untuk memahami Al-Qur’an dan mentadabburinya.
Kunci kesepuluh : Membaca dengan keras
Dari Abu Huroiroh رضي الله عنه , Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda :
عن أبي هريرة رضي الله عنه : قال النبي صلى الله عليه وسلم : “ليس منا من لم يتغن بالقرآن يجهر به”. رواه البخاري
Artinya “Bukanlah bagian dari golongan kami orang yang tidak melagukan Al-Qur’an dan mengeraskannya”. (HR. Al-Bukhori)
نسأل الله التوفيق والإخلاص في العلم والعمل
Diringkas oleh Abu Shiddiq Asy-Syirbuni dari Mafatih Tadabburil Qur’an wan Najah fil Hayah, Tulisan : DR. Kholid bin Abdul Karim Al-Lahim (Ustadz Al-Qur’an wa ‘Ulumuhu di Universitas Al-Imam Muhammad bin Su’ud Al-Islamiyah)
***

[2] Penulis Tafsir Adwaa’ul Bayan

Makna Tadabbur Al-Qur`an



Allah SWT. berfirman:

كِتَابٌ أَنزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَ‌كٌ لِّيَدَّبَّرُ‌وا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ‌ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah supaya mereka mentadabburi (memperhatikan) ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai fikiran. (QS. Shad [38]: 29).

Dalam tafsirnya tentang ayat ini, al-Sa’di menjelaskan bahwa dalam al-Qur`an ini terdapat kebaikan dan ilmu yang sangat banyak. Di dalamnya terdapat petunjuk dari kesesatan, obat dari penyakit, cahaya untuk menerangi kegelapan, setiap hukum yang diperlukan manusia dan dalil yang tegas tentang segala yang diinginkan sehingga menjadikannya semulia-mulia kitab yang diturunkan Allah SWT.

Selanjutnya beliau menjelaskan bahwa hikmah diturunkannya al-Qur`an ini adalah agar manusia mentadabburi ayat-ayatnya, menggali ilmunya dan merenungkan rahasia dan hikmah-hikmahnya. Hanya dengan mentadabburi ayat-ayatnya, merenungkan maknanya serta memikirkannya secara terus menerus seseorang akan mendapatkan berkah dan kebaikan yang ada dalam al-Qur`an.

Kita harus menyadari bahwa al-Qur`an itu adalah kitab yang penuh berkah dan mengandung mutiara-mutiara yang sangat bermanfaat bagi kehidupan manusia di dunia dan akhirat. Tetapi untuk dapat meriah mutiara dalam al-Qur`an itu hanya dapat dilakukan dengan cara mentadabburinya. Karena tadabbur itulah cara berinteraksi dengan al-Qur`an yang diinginkan oleh al-Qur`an sebagaimana yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Orang yang ingin meraih mutiara al-Qur`an, tapi tidak mau mentadabburi ayat-ayatnya maka ia ibarat orang yang ingin mendapatkan mutiara dari dasar lautan, tetapi ia hanya berdiri di tepi pantai menikmati pasir putih, debur ombak, terbit dan tenggelamnya matahari. Kalau itu yang ia lakukan tentu ia tidak akan pernah sampai kapanpun mendapatkan mutiara yang ia inginkan.

Secara bahasa tadabbur berarti melihat dan memperhatikan kesudahan segala urusan dan bagaimana akhirnya. al-Alusi dalam tafsirnya Ruh al-Ma’ani menjelaskan bahwa pada dasarnya tadabbur itu berarti memikirkan secara mendalam kesudahan sesuatu urusan dan akibat-akibat yang ditimbulkannya.

Ibnu al-Qayyim juga menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan mentadabburi suatu perkataan adalah melihat dan memperhatikan perkataan itu dari awal dan akhir perkataan kemudian mengulang-ngulangi hal itu.

Dapat juga dikatakan bahwa tadabbur adalah proses berfikir mendalam dan menyeluruh yang dapat menghubungkan ke pesan paling akhir sebuah perkataan, dan mencapai tujuan maknanya yang terjauh.

Adapun yang dimaksud dengan tadabbur al-Qur`an adalah menggunakan ketajaman mata hati lewat proses perenungan mendalam secara berulang-ulang agar dapat menangkap pesan-pesan al-Qur’an yang terdalam dan mencapai tujuan maknanya yang terjauh.

Ibnu al-Qayimm dalam kitabnya al-Fawaid mengatakan, “Jika engkau ingin mengambil manfaat dari al-Qur`an maka pusatkanlah hatimu ketika membaca dan mendengarkannya, fokuskanlah pendengaranmu dan hadirlah seperti seseorang yang sedang diajak bicara oleh Allah SWT. dengan al-Qur`an itu karena ia merupakan perkataan Allah SWT. kepadamu melalui lisan Rasul-Nya.

Dan tadabbur al-Qur`an itu haruslah mengandung tujuan untuk mengambil manfaat dan mengikuti apa yang terkandung dalam al-Qur`an itu karena tujuan dari membaca dan mentadabburi ayat-ayat al-Qur`an itu adalah untuk mengamalkan dan berpegang pada isi kandungannya.

Syaikh Abdurrahman Habannakah menegaskan bahwa tujuan tadabbur bukanlah sekedar kemewahan ilmu, atau bangga dengan pencapaian pengetahuan, atau mampu untuk mengungkapkan makna untuk disombongkan, tetapi tujuan dari pemahaman itu adalah untuk mengingatkan dan mendapat pelajaran serta beramal sesuai dengan ilmu yang didapat, dan pelajaran inilah yang dimaksud dalam ayat yang tidak akan didapat kecuali oleh ulul albab (orang-orang yang mempunyai fikiran).

Ibnu taimiyyah mengatakan, “Barangsiapa yang mentadabburi al-Qur`an demi untuk mendapatkan pentunjuk darinya, maka akan jelas baginya jalan kebenaran”.

Dalam tafsirnya, Ibnu Katsir menyebutkan perkataan Hasan al-Basri tentang ayat ini, dimana beliau menegaskan, “Demi Allah! Tadabbur al-Qur`an itu bukanlah dengan menghafal huruf-hurufnya, tetapi mengabaikan batasan-batasan hukumnya, sehingga ada yang mengatakan, “Aku telah membaca al-Qur`an seluruhnya, namun al-Qur`an itu tidak nampak dalam akhlak dan amal perbuatannya.

Disamping untuk meraih mutiara-mutiara hikmah yang terkandung dalam al-Qur`an untuk kita amalkan dan kita jadikan sebagai pegangan dalam kehidupan. ada dua manfaat lain dari tadabbur al-Qur`an ini. Pertama, agar dapat merasakan bahwa al-Qur`an adalah sungguh-sungguh berasal dari Allah SWT. dan tidak menemukan kontradiksi antara al-Qur`an dengan hatinya, antara al-Qur`an dengan kenyataan dan antara satu ayat dalam al-Qur`an dengan ayat lainnya. Allah SWT. berfirman:

أَفَلَا يَتَدَبَّرُ‌ونَ الْقُرْ‌آنَ ۚ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ‌ اللَّـهِ لَوَجَدُوا فِيهِ اخْتِلَافًا كَثِيرً‌ا

Maka apakah mereka tidak mentadabburi (memperhatikan) Al Quran? Kalau kiranya Al Quran itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di dalamnya. (QS. al-Nisa` [4]: 82).

Kedua, tadabbur al-Qur`an dapat membuka qalbu yang terkunci, karena qalbu adalah alat paling utama untuk menangkap pesan-pesan al-Qurán.

أَفَلَا يَتَدَبَّرُ‌ونَ الْقُرْ‌آنَ أَمْ عَلَىٰ قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

Maka apakah mereka tidak mentadabburi (memperhatikan) Al Quran ataukah hati mereka terkunci? (QS. Muhammad [47]: 24).

Semoga kita dapat menggunakan waktu kita dengan sebaik-baiknya untuk memperbanyak mentadabburi ayat-ayat al-Qur`an agar kita mendapatkan mutiara-mutiara yang terkandung dalam al-Qur`an dengan tujuan untuk kita amalkan dan kita jadikan sebagai petunjuk atau pelita untuk menerangi jalan kehidupan kita amienn..

Wallahu a’lam bish shawab..